Catatan Perjalanan I-Tsing atau Yi Jing ke Lautan Selatan

 


INDEPHEDIA.com - I-Tsing atau Yi Jing, seorang biksu Tiongkok, dalam perjalanannya ke India sempat singgah tiga kali ke wilayah yang dia sebut Lautan Selatan. 

Dalam catatannya, dia memberikan imbauan bagi para biksu yang ingin belajar Buddha Dharma.

Yi Jing salah satu dari tiga peziarah terkenal dari Tiongkok. Pendahulunya adalah Fa Xian dan Xuan Zang. 

Waktu itu, di Tiongkok sudah banyak interpretasi atas ajaran-ajaran Buddha. Yi Jing pun ingin mempelajari Buddha Dharma di negeri asalnya, India. 

Dia sudah berguru sejak muda, ketika remaja berangan-angan mengunjungi India yang waktu itu pusat pembelajaran Buddha Dharma.

Pada 671 M, Yi Jing berangkat dari Guangzhou. Setelah berlayar selama 20 hari, dia mendarat di Fo-shi (Sriwijaya). 

Di Sriwijaya ia tinggal selama enam bulan untuk belajar Sabdavidya atau tata bahasa Sansekerta.

Dalam catatan Yi Jing, semua biksu di Fo-shi mempelajari mata pelajaran yang sama dengan yang dipelajari di Nalanda. 

Misalnya, Pancavidya yang mencakup pelajaran tata bahasa, pengobatan, logika, seni, keterampilan kerajinan, dan ilmu mengelola batin.

Yi Jing kala itu bahkan merekomendasikan jika biksu ingin ke Nalanda, yang konon susah sekali, baiknya belajar dulu di Sriwijaya.

Khusus pelajaran tata bahasa Sanskerta, menurut Yi Jing, jika dipelajari sejak kecil bisa mengatasi segala kesulitan mempelajari kitab-kitab Buddha Dharma. 

Ketika itu di Sriwijaya, untaian kisah Jataka selain dipelajari, juga dilantunkan, dan dipentaskan. 

Ini menunjukkan adanya penguasaan bahasa Sanskerta sebagai bahasa lokal, dan bisa jadi kisah Jataka bisa diwujudkan dalam bentuk lain (pementasan dan lainnya).

Dari Sriwijaya, Yi Jing diantar olah raja ke Moluoyou (Melayu). Dia tinggal di sana selama dua bulan. 

Dari sana dia berangkat ke Jiecha (Kedah). Dari Kedah, pada 671 Masehi, dia mengunjungi berbagai daerah. 

Dalam lawatannya itu ia selanjutnya tinggal di Tamralipti, pelabuhan di pantai timur India pada 673 Masehi. 

Dari Tamralipti dia mencapai Nalanda. Dia menetap dan belajar di Nalanda selama sepuluh tahun (675-685 Masehi).

Setelah mempelajari teks di sana, lalu kembali untuk kedua kalinya ke Melayu yang sudah jadi bagian dari Shili Foshi. 

Padahal, pada awal kedatangan Yi Jing, di catatannya dia masih menyebut nama Malayu dan belum bernama Sriwijaya. 

Dalam hal ini, pernyataan Yi Jing dalam catatannya itu cocok bila dikaitkan dengan catatan sejarah. 

Prasasti Kedukan Bukit mencatat tanggal sebelum akhirnya Dapunta Hyang mendirikan Kota Sriwijaya pada 16 Juni 682 M.

Kedatangan Yi Jing yang kedua kalinya ke Sriwijaya membuatnya menetap selama empat tahun. 

Pada 689 Masehi, dia naik kapal dan bermaksud menitipkan surat untuk meminta kertas dan tinta yang akan digunakannya menyalin sutra. 

Namun, dia terbawa kapal itu dan tanpa sengaja kembali ke Tiongkok selama tiga bulan. 

Padahal, 500 ribu sloka Tripitaka yang dia bawa dari India masih tertinggal di Sriwijaya.

Dia kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama lima tahun, yakni antara akhir tahun 689-695 Masehi. 

Di sana, dia bertemu biksu bernama Da Jin. Kepadanya, Yi Jing menitipkan sutra dan sastra (ulasan) sebanyak 10 jilid.

Kemudian, Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan sebanyak empat jilid.

Ada pula sutra Riwayat Para Mahabiksu yang mengunjungi India dan Negeri-Negeri Tetangga untuk Mencari Ajaran di Masa Dinasti Tang sebanyak dua jilid.

Pada 695 Masehi, Yi Jing pulang ke tanah airnya dan disambut meriah oleh Wu Zetian, kaisar perempuan. 

Dia membawa 400 teks Buddhis, 500 ribu sloka, dan peta lokasi Vajrasana Buddha. Itu hasil berkelana selama 25 tahun dan mengunjungi 30 negeri. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top