Legenda Segentar Alam, Raja Sriwijaya Muslim dari Bukit Siguntang

 


INDEPHEDIA.com - Tersebutlah kisah, pasca serangan Kerajaan Chola dari India Selatan di tahun 1025 Masehi membuat Kerajaan Sriwijaya terpecah. 

Sebagian keluarga kerajaan yang masih tersisa setelah penyerangan Kerajaan Chola membangun kedatuan Sriwijaya di daerah pedalaman. 

Dalam legenda Palembang, kedatuan Sriwijaya di pedalaman dibangun oleh keturunan Raja Alim.

Keturunannya ini merupakan putera dari penguasa Sriwijaya Bukit Siguntang Palembang bernama Maharaja Sulan. 

Di masa kemudiannya, Maharaja Sulan lebih dikenal dengan nama Raja Segentar Alam atau Si Gentar Alam.

Dikisahkan, Raja Segentar Alam pertama kali datang ke Palembang membawa 3 kapal yang berbendera Lancar Kuning. 

Saat dalam perjalanan kapal-kapal tersebut karam. Dari semua kapal yang karam ada satu kapal yang membawa Radja Segentar Alam terdampar di Bukit Siguntang. 

Sedangkan, kapal yang lain hancur di lautan dan ada pula yang hancur kemudian terseret di situs Karang Anyar.

Ada cerita unik dari kisah Raja Segentar Alam yang dahulu saat masa jayanya dapat menaklukkan hampir seluruh Sumatera hingga ke negeri tetangga Johor dan Malaka di Malaysia.

Cerita itu, yaitu tentang lagu "Layar Di Malam Hari" yang sering didendangkan di atas kapal ketika ia beserta pasukannya sedang berlayar.

Lagu yang melegenda tersebut hingga saat ini kadang masih yang menyanyikannya di daerah Medan, Johor dan Malaka.

Di masa Raja Segentar Alam yang berasal dari Kerajaan Mataram ini, Sriwijaya Bukit Siguntang disegani oleh negeri-negeri di Nusantara. 

Bahkan, sang raja dianggap mewarisi kharisma dari leluhur Kerajaan Sriwijaya, Dapunta Hyang Jayanasa.

Raja Segentar Alam ini juga dikenal dengan nama “Iskandar Zulqarnain Syah Alam” atau "Iskandar Zulkarnain Alamsyah". 

Nama itu ia peroleh setelah dirinya menjadi mualaf atau masuk Islam atas bimbingan seorang ulama terkemuka ketika itu, Puyang Sungai Ogan “Wali Putih”.

Sepeninggalan Raja Segentar Alam, kekuasaan Sriwijaya Bukit Siguntang dipegang oleh anak keturunan dari puteranya bernama Raja Mufti. 

Di kemudian hari, pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah Lebar Daun, sehingga penguasa Sriwijaya di masa tersebut lebih dikenal dengan nama Demang Lebar Daun.

Diperkirakan, anak keturunan Raja Alim, putera dari Maharaja Sulan (Raja Segentar Alam) yang mempelopori berdirinya kerajaan-kerajaan di pedalaman, seperti Kerintang (Indragiri), Pagaruyung, Dharmasraya dan Gasib (Siak).

Dalam kisahnya, Raja Segentar Alam memiliki 2 orang anak bernama Raja Alim dan Raja Mufti. Sepeninggal Maharaja, puteranya Raja Alim menggantikannya. 

Setelah beberapa lama memerintah, Raja Alim wafat, kerabat istana kemudian mengangkat puteranya Raja Alim II sebagai penguasa.

Pengangkatan Raja Alim II ini mendapat protes dari pamannya Raja Mufti karena dianggap tanpa melalui kesepakatan dalam musyawarah. 

Dalam upaya menghindari perang saudara, Raja Alim II bersama para pendukungnya hijrah ke pedalaman.

Keberadaan Raja Alim II inilah dicatat dalam Tambo Alam Minangkabau sebagai bangsawan dari Wangsa Syailendra, yang menurunkan para penguasa di negeri Minang.

Legenda lainnya menyebut, salah seorang keturunan Raja Segentar Alam ada yang pergi ke tanah Jawa dan menurunkan raja-raja di sana. 

Ada yang berpendapat, sosok dimaksud adalah Puteri Subraba (istri dari Raja Sunda Prabu Guru Dharmasiksa).

Sementara, pendapat yang lain sosok tersebut adalah Ken Angrok (Arok), pendiri Kerajaan Singhasari/Singasari di Jawa Timur. (SJ.IN/*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top