Sejarah Jembatan Ampera di Kota Palembang

 
Jembatan Ampera di Kota Palembang menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan Sungai Musi.



INDEPHEDIA.com - Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat) merupakan sebuah jembatan di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Indonesia. 

Jembatan ini sudah menjadi semacam lambang kota, terletak di tengah-tengah Kota Palembang.

Jembatan Ampera menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan Sungai Musi.

Jembatan Ampera memiliki ukuran panjang 1.117 meter (bagian tengah 71,90 meter), lebar 22 meter dan tinggi 11.5 meter dari permukaan air.

Sedangkan, tinggi menaranya mencapai 63 meter dari permukaan tanah, jarak antara menara 75 meter dan berat 944 ton.

Ide untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang ”Seberang Ulu dan Seberang Ilir” dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. 
 
Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. 

Akan tetapi hingga masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi.

Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali mencuat. DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali mengusulkan pembangunan jembatan kala itu, disebut Jembatan Musi. 

Penamaan jembatan merujuk nama Sungai Musi yang dilintasinya, yang diusulkan pada sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956.

Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. 

Bung Karno kemudian menyetujui usulan pembangunan itu. Pembangunan jembatan ini dimulai pada bulan April 1962, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. 

Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut.

Pada awalnya, jembatan ini dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. 

Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.

Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini terpanjang di Asia Tenggara. 
 
Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera. (SJ/IND)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top