Sejarah dan Kebudayaan Suku Bugis

 


INDEPHEDIA.com – Suku Bugis merupakan kelompok etnis dari suku bangsa Indonesia yang bermukim di Pulau Sulawesi. 

Tapi, sekarang ini Suku Bugis telah banyak pula yang sudah tinggal maupun menetap diluar daerah, membaur dengan suku-suku bangsa lainnya.

Bugis dikenal sebagai suku yang sangat mempertahankan adat istiadat dan kebudayaannya yang sudah diwariskan turun temurun. 

Adat Perkawinan Suku Bugis

Hal yang sakral, dimana laki-laki dan perempuan saling terikat oleh satu janji dalam membangun rumah tangga dinamakan dengan perkawinan. 

Masyarakat Suku Bugis memandang perkawinan sebagai hal yang sangat penting hingga membuat sebuah kriteria yang dianggap sebagai perkawinan ideal.

Pembagian Perkawinan Suku Bugis

Sama halnya dengan masyarakat Suku Jawa yang memandang bobot, bibit, bebet sebelum melangsungkan perkawinan, masyarakat suku ini juga memiliki kriteria tertentu dalam perkawinan di antara mereka. 

Berikut pembagian perkawinan ideal menurut masyarakat Suku Bugis:

a. Assialang Marola

Dalam bahasa Makassar, istilah ini disebut Passialeng baji’na. Bentuk perkawinan ini dikatakan sebagai bentuk ideal yang utama. 

Hal ini karena perkawinan oleh masyarakat Suku Bugis yang dilaksanakan antara saudara sepupu sederajat ke satu, baik dari pihak ayah atau ibu.

b. Assialana Memang

Passialleana, begitulah masyarakat Suku Bugis menyebutnya. Seperti Assialang marola, Perkawinan ini juga melibatkan saudara sepupu namun pada sederajat kedua, baik dari pihak ayah atau ibu.

c. Ripanddepe’ Mabelae

Perkawinan ideal yang satu ini biasanya antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah atau ibu. Oleh masyarakat Bugis, biasanya dinamakan nipakambani bellaya. 

Sebagai bentuk ideal yang terakhir, ternyata perkawinan ini memiliki makna untuk merekatkan kembali kekerabatan yang agak jauh.

Perlu diketahui, meskipun masyarakat Suku Bugis sedemikian rupa menciptakan konsep perkawinan ideal, hal ini bukanlah suatu kewajiban untuk diikuti. 

Sebab, apalagi saat ini, banyak pula yang melaksanakan perkawinan tanpa mengacu konsep di atas.

Kegiatan Sebelum Perkawinan Suku Bugis

Seperti kebanyakan masyarakat pada umumnya, masyarakat Suku Bugis juga memiliki kegiatan sebelum melangsungkan perkawinan. 

Hal ini, di setiap kegiatannya tentu memiliki makna dan tujuan masing-masing. Berikut kegiatan masyarakat Suku Bugis sebelum perkawinan:

a. Mappuce-puce

Kegiatan ini biasanya dinamakan peminangan. Seperti kebiasaan pada umumnya, dimana keluarga dari pihak laki-laki mengadakan kunjungan ke rumah pihak perempuan. 

Mappuce-puce bertujuan selain bersilaturrahmi juga untuk mengenal lebih jauh mempelai perempuan dan keluarganya.

b. Massuro

Dimana pihak laki-laki yang datang ke rumah pihak perempuan membicarakan lebih lanjut tentang waktu pernikahan kedua mempelai dan pemberian uang panaik.

Perempuan dengan pendidikan tinggi tentunya jumlah uang panaiknya akan berbeda dengan perempuan yang pendidikannya lebih rendah. 

Begitu juga dengan gelar bangsawan yang dimiliki si mempelai perempuan. Uang panaik ini berbeda dengan mahar.

c. Maduppa

Disebut juga menyebar undangan pada tamu yang akan diundang saat dilangsungkannya pernikahan nantinya. Hal mana menunjukkan orang yang hadir dipernikahan mereka. 

Di sini, kepala adat setempat juga mendapat kedudukan yang istimewa sebagai tamu undangan di acara pernikahan itu.

Kesenian Suku Bugis


Kesenian yang dimiliki setiap daerah berbeda dengan yang lain. Begitu pun masyarakat Suku Bugis yang memiliki kesenian yang tidak kalah menarik dengan suku lainnya. 

Kesenian dari suku ini ada seni tari dan seni musik, terlihat dari beberapa alat musik yang dimiliki. 

Seni Tari Suku Bugis
 

Suku Bugis memiliki kesenian yang menarik, berupa tari-tarian. Tarian yang dibawakan suku ini sangatlah indah dan mempesona serta memiliki beberapa nama. Nama tarian dari Suku Bugis di antaranya:

a. Tari Paduppa Bosara

Tarian ini bermakna penyambutan tamu yang datang berkunjung. Hal ini sebagai bentuk penghargaan dan rasa terima kasih kepada para tamu atas kedatangannya.

b. Tari Pakarena


Pakarena dalam bahasa setempat diartikan sebagai main. Awalnya hanya digunakan untuk pertunjukan di istana kerajaan. 

Dalam perkembangannya tarian ini semakin dikenal. Tarian ini mencerminkan sifat lemah lembut dan sopan santun seorang wanita.

c. Tari Ma’badong

Oleh masyarakat Suku Bugis digunakan pada saat upacara kematian. Para penari memakai pakaian serba hitam atau terkadang bebas. 

Para penari masing-masing saling mengaitkan jari kelingking dengan membentuk lingkaran. 

Tarian ma’badong dilakukan dengan gerakan langkah silih berganti yang diiringi lagu yang menggambarkan kehidupan manusia dari lahir hingga meninggal.

d. Tarian Pa’gellu

Tarian ini digunakan untuk menyambut seseorang yang pulang dari berperang, yang dianggap sebagai pahlawan. 

Dibalik tarian heroik yang satu ini, tersimpan peribahasa “jangan sampai kacang lupa kulitnya”. Intinya, sudah seharusnya selalu mengingat jasa-jasa pahlawan.

e. Tarian Mabissu

Tarian ini terbilang ekstrim karena mempertontonkan kesaktian para bissu di Sigeri Sulawesi Selatan. 

Jenis tarian ini menunjukkan bagaimana kebalnya mereka terhadap senjata debusnya. Sehingga tarian ini terkesan mistis namun estetis.

f. Tari Kipas

Sesuai namanya, para penari menari dengan menggunakan kipas dan diiringi lagu. Keunikannya, meskipun gerakannya lemah lembut tapi dibalik itu irama yang dimainkan bertempo cepat. 

Meski dengan irama yang cepat, para penari tarian ini harus tetap mempertahankan gerakannya lemah lembut.

Alat Musik Suku Bugis

Tak lengkap jika suatu masyarakat memiliki tarian tanpa alat musik. Begitu pun dengan masyarakat Suku Bugis yang memiliki alat musik yang membantu melengkapi indahnya tarian mereka. Adapun alat musik Suku Bugis, di antaranya:

- Gandrang Bulo. Alat musik yang diambil dari nama gandrang dan bulo yang disatukan artinya menjadi gendang dari bambu.

- Kecapi. Alat musik yang satu ini dimainkan dengan cara dipetik yang digunakan pada saat acara hajatan, perkawinan dan lainnya. Fungsi alat musik ini untuk memperkaya gabungan suara alat musik lain.

- Gendang. Alat musik ini mirip rebana, bentuknya bulat panjang dan bundar. Seperti gendang lainnya, gendang milik masyarakat Suku Bugis juga menghasilkan suara yang khas.

- Suling. Suling terdiri atas 3 jenis, yaitu suling panjang (suling lampe), suling calabai (suling ponco), dan suling dupa samping. Biasanya, alat musik ini digunakan untuk menyambut kedatangan para tamu.

Rumah Adat Suku Bugis


Rumah adat Suku Bugis dibangun tanpa menggunakan satupun paku dan digantikan dengan kayu atau besi. 

Jenis dari rumah ini memiliki 2 jenis untuk status sosial yang berbeda. Rumah saoraja digunakan untuk kaum bangsawan, sedangkan bola digunakan untuk rakyat biasa. 

Perbedaan kedua bangunan rumah itu hanya pada luas kedua rumah dan besaran tiang penyangganya.

Rumah ini juga terdiri atas 3 bagian. Awa bola adalah kolong (bagian bawah) untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu dan lain-lain. 

Badan atau ruang-ruang rumah, terdiri dari ruang tamu, ruang tidur, tempat menyimpan benih dan lainnya. 

Untuk bagian belakang rumah difungsikan sebagai dapur atau tempat tidur orang lanjut usia (Lansia) dan anak gadis.

Arsitektur rumah mendapat pengaruh dari Islam, karena rumah di sana berorientasi menghadap kiblat dan banyak lukisan-lukisan bernuansa Islami.

Pakaian Adat Suku Bugis

Masyarakat Suku Bugis memiliki baju adat yang khas. Baju adat itu dinamakan baju bodo (pendek). 

Awalnya, baju ini dibuat dengan lengan pendek tanpa memakai dalaman. Seiring perkembangan zaman baju ini dibuat menutupi aurat karena pengaruh Islam.

Baju bodo ini dipadukan dengan dalaman yang warnanya sama namun lebih terang. Selain itu, untuk bawahan berupa sarung sutera berwarna senada.

Adat Istiadat Suku Bugis

Adat istiadat yang sering dilakukan adalah menggelar upacara adat mappadendang (pesta panen bagi adat Suku Bugis). 

Upacara ini selain sebagai bentuk syukur atas keberhasilan dalam menanam padi juga memiliki nila magis.

Upacara ini juga disebut pensucian gabah. Maksudnya membersihkan dan mensucikan dari batang dan daunnya yang kemudian langsung dijemur di bawah matahari. 

Upacara dilakukan dengan menumbukkan alu ke lesung silih berganti yang dilakukan 6 perempuan dan 3 laki-laki dengan memakai baju bodo.

Para perempuan yang berada dalam bilik baruga dinamakan pakkindona, sedangkan para pria dinamakan pakkambona. 

Para pria menari dan menabur bagian ujung lesung. Bilik baruga yang digunakan berasal dari bambu, sedangkan pagar dibuat dari anyaman bambu disebut walasoji.

Itulah kebudayaan yang dimiliki Suku Bugis hingga sekarang yang telah diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. 

Lebih dari itu, sebagian kebudayaan suku ini ada pula yang memiliki nilai magis dan memperkaya khasanah budaya dengan nilai-nilai di dalamnya untuk tetap menjaga kesatuan. (***)
Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top