Sejarah dan Kebudayaan Suku Dayak

 

Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni Kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389.

INDEPHEDIA.com - Suku Dayak nama kelompok masyarakat yang mendiami pedalaman Pulau Borneo, yang kemudian dinamakan Pulau Kalimantan.

Di Pulau Kalimantan terdapat wilayah negara Brunei, Malaysia, yang terdiri dari Sabah dan Sarawak.

Sedangkan, wilayah Indonesia, terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan. 

Di pulau ini ada 7 suku asli Kalimantan, yaitu Suku Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, Paser, Berau dan Tidung.

Asal Mula Suku Dayak

Sekitar 4 000 tahun lalu, sekelompok orang Austronesia mulai bermigrasi ke Filipina. 

Kira-kira 500 tahun kemudian, ada kelompok yang mulai bermigrasi ke selatan menuju kepulauan Indonesia sekarang, dan ke timur menuju Pasifik.

Orang Austronesia ini bukan penghuni pertama Pulau Borneo. Antara 60.000 dan 70.000 tahun lalu, permukaan laut 120 atau 150 meter lebih rendah dari sekarang. 

Kepulauan Indonesia kala itu berupa daratan (para geolog menyebut daratan ini "Sunda"), manusia sempat bermigrasi dari benua Asia menuju ke selatan. 

Migrasi tersebut sempat mencapai benua Australia yang saat itu tidak terlalu jauh dari daratan Asia.

Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai besar yang berada di seluruh Kalimantan. 

Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir Pulau Kalimantan. 

Tetek Tahtum menceritakan migrasi suku Dayak Ngaju dari daerah perhuluan sungai-sungai menuju daerah hilir sungai-sungai.

Disebutkan, di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. 

Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni Kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389.

Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. 

Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari Kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu sekitar tahun 1520.

Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur Kalimantan yang memeluk Islam keluar dari Suku Dayak. 

Mereka tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar dan Suku Kutai. 

Sedangkan, orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai dan masuk ke pedalaman.

Mereka bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Batang Labuan Amas dan Batang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba.

Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin.

Salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal adalah Lambung Mangkurat, yang menurut orang Dayak adalah seorang Dayak Ma’anyan atau Ot Danum. 

Di Kalimantan Timur, orang Suku Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagai Suku Kutai.

Berita dari China, Manuskrip Dinasti Ming

Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain dari luar juga berdatangan ke Pulau Kalimantan. 

Bangsa Tionghoa tercatat mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming yang tercatat dalam buku 323 Sejarah Dinasti Ming (1368-1643). 

Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi adalah Banjarmasin dan disebutkan bahwa seorang pangeran berdarah Biaju menjadi pengganti Sultan Hidayatullah I . 



Rumpun Suku Dayak


Orang Dayak secara garis besarnya dibagi dalam enam rumpun, yakni rumpun Klemantan atau Kalimantan dan rumpun Iban.

Kemudian, rumpun Apokayan, yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. 

Akan tetapi secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di Pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau ini.

Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya (Kanayatn: orang daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu). 

Jadi, semula istilah orang Daya (orang darat) ditujukan untuk penduduk asli Kalimantan Barat, yakni rumpun Bidayuh yang selanjutnya dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban).

Di daerah Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826.

Untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah Sungai Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil.

Selanjutnya, oleh pihak kolonial Belanda hanya kedua daerah inilah yang kemudian secara administratif disebut Tanah Dayak.

Sejak masa itu pula istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. 

Lalu, istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang berbeda-beda bahasanya, khususnya non-Muslim atau non-Melayu.

Ciri Khas Suku Dayak

Meskipun terbagi dalam ratusan sub-etnis, semua etnis Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. 

Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu suatu subsuku di Kalimantan dan dimasukkan ke dalam kelompok Dayak atau tidak. 

Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang, hasil budaya material, seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kampak Dayak), pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari.

Perkampungan Dayak rumpun Ot Danum-Ngaju biasanya disebut lewu/lebu dan pada Dayak lain sering disebut banua/benua/binua/benuo. 

Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang memimpin satu atau dua Suku Dayak yang berbeda.

Menurut sensus Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga.

Ketiga suku bangsa di Kalimantan itu, yakni suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar).

Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah budaya maritim atau bahari. Hal ini berhubungan dengan sungai.

Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.

Adat Istiadat Suku Dayak

Suku Dayak memiliki adat istiadat yang diwariskan para leluhur dan masih terpelihara oleh penerusnya hingga kini. 

Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia, dengan keberagaman khasanah, yang salah satunya kebudayaan Suku Dayak di Pulau Kalimantan.

Upacara Tiwah

Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah dibuat. 

Sandung adalah tempat semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.

Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral. Pada acara Tiwah ini, sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual.

Selain itu, ada juga tarian, suara gong maupun hiburan lain dalam ritual ini. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut diletakkan di tempatnya (Sandung).

Dunia Supranatural

Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak zaman dulu sebagai ciri khas kebudayaan Dayak. 

Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. 

Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit ditemukan. 

Dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang dicari pasti akan ditemukan.

Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. 

Panglima atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali.

Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. 

Percaya atau tidak, panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang, kebal dari apa saja, seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.

Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan, ada legenda yang menyatakan bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh.

Dari sana legenda itu menyebut jika asal-usul nenek moyang ini turun dunia dengan Palangka Bulau. Palangka artinya suci, bersih dan merupakan ancak, sebagai tandu yang suci.

Gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan Ancak atau Kalangkang. Begitulah legenda. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top