Sejarah Jambi Semasa Zaman Kerajaan

 


INDEPHEDIA.com - Salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatera ini bernama Jambi. Istilah Jambi berasal dari kata Jambe (bahasa Jawa) yang berarti Pinang atau Pohon Pinang.

Provinsi Jambi satu dari tiga provinsi yang ibukotanya sama dengan nama provinsinya, selain Gorontalo di Pulau Sulawesi dan Bengkulu di Pulau Sumatera.

Di zamannya, Jambi memiliki banyak catatan sejarah. Karenanya, Jambi dikenal sebagai wilayah dalam literatur kuno. Nama negeri ini sering disebut dalam prasasti-prasasti dan juga berita-berita Tiongkok. 

Ini merupakan bukti bahwa orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan Jambi, yang mereka sebut dengan nama Chan-pei.

Diperkirakan, telah berdiri tiga kerajaan Melayu Kuno di Jambi, yaitu Koying (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M) dan Kantoli (abad ke-5). 

Seiring perkembangan zaman, kerajaan-kerajan ini lambat laun lenyap tanpa banyak meninggalkan jejak sejarah.

Dalam sejarah kerajaan di Nusantara, wilayah Minanga Kamwa (nama Minang Kabah/Minangkabau Kuno) adalah tanah asal pendiri Kerajaan Melayu dan Sriwijaya. 

Dari wilayah Minanga Kamwa inilah banyak lahir raja-raja di Nusantara, baik sekarang yang berada di Malaysia, Brunei dan Indonesia.

Di negeri Jambi ini pernah dikuasai oleh beberapa kekuatan besar, mulai dari Sriwijaya, Singosari, Majapahit, Malaka hingga Johor-Riau. 

Terkenal dan selalu menjadi rebutan merupakan tanda Jambi wilayah penting pada masa dulu. Bahkan, berdasarkan temuan beberapa benda purbakala, Jambi pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Melayu Jambi
 

Setelah Koying, Tupo dan Kantoli runtuh, berdiri Kerajaan Melayu Jambi. Berita tertua mengenai kerajaan ini berasal dari T’ang-hui-yao yang disusun oleh Wang-p’u pada tahun 961 Masehi.

Kemudian, berita lainnya yang menyebut adanya kerajaan ini di masa pemerintahan Dinasti Tang dan Hsin T’ang Shu yang disusun pada awal abad ke-7 M dan di masa pemerintahan Dinasti Sung.

Diperkirakan, Kerajaan Melayu Jambi telah berdiri sekitar tahun 644/645 Masehi, lebih awal sekitar 25 tahun dari Sriwijaya yang berdiri tahun 670. 

Harus diakui, sejarah tentang Melayu Kuno ini masih gelap. Sampai sekarang, data utamanya masih didasarkan pada berita-berita dari negeri Cina, yang terkadang sulit sekali ditafsirkan.

Dibandingkan daerah lainnya di Sumatera, data arkeologis yang ditemukan di Jambi merupakan yang terlengkap. Data-data arkeologis tersebut terutama berasal dari abad ke-9 hingga 14 Masehi. 

Untuk keluar dari kegelapan sejarah tersebut, sejarah mengenai Kerajaan Melayu Jambi, berikut ini akan lebih terfokus pada fase pasca abad ke-9 Masehi, terutama ketika Aditywarman mendirikan Kerajaan Swarnabhumi di daerah ini pada pertengahan abad ke-14 Masehi.

Daerah Taklukan Kerajaan Sriwijaya

Ketika Sriwijaya berdiri, Kerajaan Melayu Jambi menjadi daerah taklukannya. Ketika Sriwijaya runtuh akibat serangan Kerajaan Cola dari India pada tahun 1025 Masehi, para bangsawan Sriwijaya banyak yang melarikan diri ke hulu Sungai Batang Hari.

Di daerah ini, para bangsawan Sriwijaya tersebut bergabung dengan Kerajaan Melayu yang memang sudah lebih dulu berdiri, tetapi saat itu menjadi daerah taklukannya. 

Lebih kurang setengah abad kemudian, sekitar tahun 1088 Masehi, keadaan berbalik, Kerajaan Melayu Jambi menaklukkan Sriwijaya yang memang sudah di ambang kehancuran.

Kerajaan Melayu Jambi mulai berkembang lagi, saat itu namanya adalah Dharmasraya. Sayang sekali, hanya sedikit catatan sejarah mengenai Dharmasraya ini. 

Rajanya yang bernama Shri Tribhuana Raja Mauliwarmadhewa (1270-1297) menikah dengan Puti Reno Mandi. Dari pernikahan ini, kemudian lahir dua orang putri, yakni Dara Jingga dan Dara Petak.

Ekspedisi Pamalayu I dan II

Menjelang akhir abad ke-13, Wangsa Kartanegara dari Kerajaan Singhasari, mengirim dua kali ekspedisi, yang kemudian dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu I dan II. 

Dalam ekspedisi pertama, Kartanegara berhasil menaklukkan Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang memang sudah lemah. 

Berdasarkan Babad Jawa versi Mangkunegaran disebutkan bahwa Kartanegara menaklukkan Jambi pada tahun 1275 Masehi.

Pada tahun 1286 Masehi, Kartanegara mengirimkan sebuah arca Amogapacha ke Kerajaan Dharmasraya. Raja dan rakyat Dharmasraya sangat gembira menerima persembahan dari Kartanegara ini. 

Sebagai tanda terima kasih Raja Dharmasraya pada Prabu Kartanegara, ia kemudian mengirimkan dua orang putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak untuk dibawa ke Singosari. 

Dara Jingga salah satu putri Raja Dharmasraya ini menikah dengan Mahesa Anabrang dan dari pernikahan itu melahirkan Aditywarman.

Ketika utusan Kartanegara ini kembali ke tanah Jawa, mereka mendapatkan Kerajaan Singosari telah hancur akibat serangan dari Kubilai Khan dari Dinasti Yuan yang dibantu Raden Wijaya. 

Raden Wijaya kemudian menyerang balik pasukan Kubilai Khan dan mengklaim seluruh wilayah Kerajaan Singhasari dan mendirikan Kerajaan Majapahit. 

Dara Petak putri lainnya dari Raja Dharmasraya kemudian dipersembahkan kepada Raden Wijaya untuk diperistri. Dari perkawinan ini lahir Raden Kalagemet. 

Ketika Kalagemet menjadi raja Majapahit menggantikan ayahnya, ia bergelar Sri Jayanegara. 

Dengan demikian, keturunan Dara Petak menjadi raja, sementara keturunan Dara Jingga, yaitu Aditywarman, menjadi salah seorang pejabat di istana Majapahit. 

Hingga suatu ketika, tahun 1340 M, Adityawarman dikirim kembali ke Sumatera, negeri leluhurnya, untuk mengurus daerah taklukan Majapahit, Dharmasraya.

Sesampainya di Sumatera, ia bukannya menjaga keutuhan wilayah taklukan Majapahit, malah berusaha untuk melepaskan diri dan mendirikan Kerajaan Swarnabhumi. 

Wilayahnya adalah daerah warisan Dharmasraya, meliputi wilayah Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya.

Dengan ini, berarti eksistensi Dharmasraya telah diteruskan oleh kerajaan baru: Swarnabhumi. Pusat kerajaan diperkirakan berada di wilayah Jambi saat ini. 

Dalam perkembangannya, pusat kerajaan yang dipimpin Aditywarman ini berpindah ke Pagaruyung, hingga nama kerajaannya berubah menjadi Kerajaan Pagaruyung, atau dikenal juga dengan Kerajaan Minangkabau. 

Akibat perpindahan pusat kerajaan ini, Jambi kemudian menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung (Minangkabau). Kejadian ini terjadi sekitar pertengahan abad ke-14 Masehi.

Bagian Wilayah Kerajaan Malaka

Ketika Kerajaan Malaka muncul sebagai kekuatan baru di perairan Malaka pada awal abad ke-15, Jambi menjadi bagian wilayah kerajaan ini. 

Saat itu, Jambi merupakan salah satu bandar dagang yang ramai. Hingga keruntuhan Malaka pada tahun 1511 M di tangan Portugis, Jambi masih menjadi bagian dari Malaka. 

Tak lama kemudian, muncul Kerajaan Johor-Riau di perairan Malaka sebagai ahli waris Kerajaan Malaka. Lagi-lagi, Jambi menjadi bagian dari kerajaan yang baru berdiri ini.

Jambi memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu Johor berperang melawan Portugis di Malaka. 

Memanfaatkan situasi yang sedang tidak stabil di Johor akibat berperang dengan Portugis, Jambi mencoba untuk melepaskan diri. 

Dalam usaha untuk melepaskan diri ini, sejak tahun 1666 hingga 1673 Masehi telah terjadi beberapa kali peperangan antara Jambi melawan Johor.

Dalam beberapa kali pertempuran tersebut, angkatan perang Jambi selalu mendapat kemenangan. Bahkan, Jambi berhasil menghancurkan ibukota Johor, Batu Sawar. 

Jambi terbebas dari kekuasaan Johor. Namun, ini ternyata tidak berlangsung lama. Johor meminta bantuan orang-orang Bugis untuk mengalahkan Jambi. Akhirnya, atas bantuan orang-orang Bugis, Jambi berhasil dikalahkan Johor. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top