Sejarah Provinsi Bengkulu

 

Sejarah Provinsi Bengkulu secara umum terbagi menjadi Masa Pra-Islam, Masa Masuknya Islam, Masa Kolonial dan Masa Setelah Kemerdekaan.

INDEPHEDIA.com - Karena sedikitnya sumber-sumber sejarah, baik lisan, benda, tulisan ataupun bangunan, sejarah di Provinsi Bengkulu termasuk tak banyak diketahui. 

Meski demikian, sejarah Provinsi Bengkulu secara umum terbagi menjadi Masa Pra-Islam, Masa Masuknya Islam, Masa Kolonial dan Masa Setelah Kemerdekaan. 

Mengenai asal muasal nama Bengkulu, bemacam-macam versi yang dapat ditemukan. Ada yang mengambil dari cerita dan legenda, dan ada pula yang mengambilnya lewat kronologis waktu.

Zaman Prasejarah Bengkulu

Dari catatan sejarah daerah, pada zaman prasejarah Bengkulu sudah dihuni manusia. Para pendatang dari Asia berbaur dengan manusia purba sekitar 4000 – 2000 SM. 

Pendatang ini sebagian masuk ke pedalaman, sementara yang lain menghuni daerah pantai. Ini merupakan cikal bakal suku bangsa Neo-Malayan. 

Bagian suku bangsa itu, antara lain suku Rejang (Rejang Lebong dan Bengkulu Utara), Serawai/Pasemah (Bengkulu Selatan) dan Kaur (Bintuhan).

Kemudian, Lembak di Kota Bengkulu dan sekitar Kepala Curup). Bengkulu (Kota Bengkulu) dan suku Katahun (Muko-muko).

Awal Kedatangan Islam

Islam masuk ke Bengkulu pada abad XV (dari Jawa). Perang Bengkulu-Aceh terjadi dua kali pada abad XVI dan XVII. 

Kesultanan-kesultanan di Bengkulu ketika itu Selebar, Sungai Limau, dan Anak Sungai. Armada Aceh membuka serangan ke Selebar. 

Kapal induk Aceh menunggu di laut bersama induk pasukan, sedangkan kapal-kapal yang lebih kecil memasuki Sungai Serut. 

Pihak Selebar mampu menahan serangan itu karena menutup Sungai Serut dengan rintangan sehingga kapal induk Aceh tidak mampu memberi bantuan pada pasukannya yang lebih dahulu masuk.

Masuknya Kolonialisme di Bengkulu

Pada waktu masuknya kolonialisme, 1664 – VOC mendirikan perwakilan di Bengkulu tahun 1664. Tapi, enam tahun kemudian Belanda menutup sementara kantornya dan dibuka kembali tahun 1824.

Tanggal 24 Juni 1685 Inggris masuk ke Bengkulu, namun mereka mendarat di Pulau Tikus (1 km dari pusat kota Bengkulu) dan disambut oleh agen niaganya. 

Mereka tidak masuk ke pelabuhan Selebar (daerah Pulau Baai) karena kapal Sultan Banten dan kapal Belanda sedang bersandar di sana.

Tanggal 16 Agustus 1695 Perjanjian Inggris – Bengkulu ditandatangani. Isinya monopoli lada, izin membangun loji, dan mengadili penduduk yang berbuat salah. 

Inggris terus memperluas wilayahnya sampai ke Muko-muko. Tahun 1692 Inggris mendirikan pos di Triamang, Lais, Ketahun, Ipuh, Bantal dan Seblat (1700). 

Selanjutnya, pada tahun 1701 mereka memperluas daerah ke arah Seluma, Manna, Kaur hingga ke Krui (daerah di Lampung sekarang).

Tahun 1718, Inggris membangun Benteng Marlborough, dimana sebelumnya mereka sudah mendirikan Benteng York. 

Rakyat Bengkulu merupakan ancaman bagi Inggris. Di Bantal, Muko-muko, pemberontakan rakyat dipimpin Sultan Mansyur dan Sultan Sulaiman. 

Itu sebabnya Inggris merasa perlu membangun benteng tersebut. Pemberontakan itu (1719) membuat Inggris kawatir dan akhirnya meninggalkan Bengkulu.

Pada tahun 1724 Inggris kembali lagi. Dengan perjanjian yang lebih lunak yang di tandatangani pada 17 April 1724. 

Tanggal 15 Desember 1793, Captain Hamilton, pimpinan Angkatan Laut Inggris dibunuh rakyat Bengkulu dan pada 1807 rakyat Bengkulu kembali membunuh Residen Thomas Parr. 

Tanggal 17 Maret 1824 Traktaat London (Perjanjian London) yang berisikan pertukaran daerah koloni antara Inggris dan Belanda. 

Dalam perjanjian tersebut tercantum Bengkulu diserahkan kepada Belanda oleh Inggris dan Belanda menyerahkan Singapura kepada Inggris.

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, Provinsi Bengkulu di masanya juga mempunyai peranan yang menonjol. 

Menurut catatan Prof. DR. Haji Abdullah Siddik (Sejarah Bengkulu: 1500-1990, Balai Pustaka, 1996), di era penjajahan, Bengkulu sudah menyita perhatian negara-negara kolonilis Barat, terutama karena hasil buminya yang melimpah. 

Tahun 1511, para pedagang Eropa, terutama Inggris dan Belanda mulai ramai melakukan pelayaran menyusuri pantai barat Sumatera dari Aceh melalui Selat Sunda lalu ke Banten.

Tahun 1685, dengan alasan perluasan kebun lada, Inggris mulai menetap di Bengkulu dan mengelola perkebunannya di daerah ini. 

Saat itulah dimulai era tanam paksa lada terhadap rakyat. Tercatat, Inggirs bertahan selama 139 tahun di Bengkulu. 

Penderitaan rakyat Bengkulu terus berlanjut dengan peralihan kekuasaan dari Inggris kepada Belanda. 

Tahun 1724, sebagai konsekwensi perjanjian antara Inggris dan Belanda (Traktat London). Bahkan, kekejaman penjajah memuncak saat Jepang menguasai Tanah Air.

Pendudukan tanpa rasa kemanusiaan itu tidak hanya melahirkan penderitaan bagi rakyat, tetapi juga membangkitkan perlawanan akibat telah diinjak-injaknya nilai luhur dan tradisi masyarakat setempat. 

Lebih seabad kemudian, aksi heroik rakyat menentang penjajahan bangsa asing masih terus berlangsung.

Sumbangsih rakyat Bengkulu terhadap kemerdekaan Indonesia tidak bisa begitu saja dihilangkan, termasuk dalam periode mempertahankan kemerdekaan. 

Pada tanggal 23 Februari 1942, tentara Jepang masuk Kota Curup dan terus ke Kota Bengkulu dan banyak membantai rakyat di sana.

Masa Setelah Kemerdekaan di Bengkulu

Wilayah Bengkulu yang ditetapkan sebagai provinsi pada 18 November 1968 itu, kini memiliki sepuluh kabupaten/kota dan kecamatan-kecamatan.

Kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu itu, yakni Kota Bengkulu, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang.

Kemudian, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten Seluma.

Bengkulu juga menjadi salah satu daerah yang tercatat dalam sejarah. Salah satunya, di Bumi Rafflesia ini, Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, pernah menjalani pengasingan oleh pemerintah kolonial selama empat tahun, 1938-1942. 

Seokarno kemudian menemukan cintanya di sini. Dia terpikat hati dengan salah seorang putri warga Muhammadiyah bernama Fatmawati. 

Putri yang dilahirkan di Desa Malabero, Kota Bengkulu, 5 Februari 1923 ini merupakan anak tunggal dari pasangan Hasan Din (Tokoh Muhammadiyah Bengkulu) dan Siti Chadijah.

Soekarno menikahi Fatmawati tahun 1943. Ketika itu, Fatmawati tepat menginjak usia 20 tahun. 

Pasangan itu dikaruniai lima anak, yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra. 

Ketika Seokarno menjadi Presiden Republik Indonesia, Ibu Fatmawati menjadi seorang ibu negara. Bendera pusaka merah-putih yang dikibarkan saat Proklamasi 17 Agustus 1945 tak lain adalah jahitan tangan Bu Fat.

Pada tanggal 18 November 1968, atas dasar UU No. 9/1967 Junkto Peraturan Pemerintah No. 20/1968, Keresidenan Bengkulu diresmikan menjadi salah satu provinsi di Republik Indonesia yang ke-26 dengan Ali Amin sebagai Gubernur Bengkulu. (*)
Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top