Peresean, Seni Ketangkasan dan Hiburan di Lombok, Nusa Tenggara Barat

 

Peresean itu ternyata bukan hanya semata-mata hiburan. Peresean di masanya bagian dari ritual meminta hujan.


INDEPHEDIA.com - Peresean atau Perang Gebuk Rotan merupakan salah satu seni pertunjukan yang berasal dari Suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). 


Lelaki Sasak, khususnya yang tinggal di kampung, setidaknya pernah merasakan tegangnya peresean, sebuah olahraga tradisional Lombok yang mengadu ketangkasan memukul dan menahan pukulan lawan.

Anak-anak di Lombok, peresean itu ibarat permainan perang-perangan menggunakan pistol mainan. Risiko luka sudah biasa. 


Bagi orang dewasa, peresean itu menjadi ajang pembuktian keberanian, ketangkapan di arena peresean.

Bagi anak-anak hingga remaja, peresean biasanya dilakukan saat musim panen. Di sawah sehabis panen, di kuburan saat main layang-layang kadang diselingi dengan peresean. 


Biasanya, orang yang lebih dewasa menjadi wasit (pekembar), memilih siapa melawan siapa, sekaligus memisahkan saat suasana menjadi panas. 


Ada aturan tidak tertulis, dalam peresean tidak boleh dendam, dan bukan sebuah perkelahian.

Alat pemukul bagi anak-anak biasanya menggunakan pelepah pisang kering, kadang juga pelepah pisang basah. Cukup sakit jika telak mengenai badan. 


Sementara penggunaan rotan, dilakukan pada kegiatan peresean yang “profesional”, kejuaraan resmi, dan orang-orang dewasa.

Aturan peresean pada anak-anak dan dewasa sama saja. Tidak boleh memukul anggota badan di bawah pinggang. Selebihnya boleh. 


Selain itu, saat perise lawan terjatuh, maka tidak boleh memukul. Memalukan memukul lawan yang tidak memegang perisainya. 


Begitu juga memukul lawan yang jatuh, atau memukul dari belakang dinilai sebagai perbuatan tidak jantan.

Pada orang dewasa, peresean itu biasanya dilombakan resmi. Kalau anak-anak hanya sekadar permainan di kampung. 


Saat peresean, orang dewasa biasanya digelar antar kampung, antar desa, kecamatan, bahkan sekarang dilombakan antar kabupaten.

Bagi jago peresean dewasa, biasanya disebut pepadu (jagoan). Para pepadu ini biasanya menggunakan nama-nama garang atau nama-nama jagoan dalam cerita silat. Tidak sembarangan nama-nama itu dipakai. 


Biasanya para pepadu ini adalah jawara di kampungnya. Mereka tidak sekadar memiliki nyali dalam peresean. Tapi juga mampu memainkan peresean seperti pertarungan di film-film laga.

Dalam permainan ini mereka mengatur strategi, tidak asal gebuk. Ini yang selalu membuat decak kagum; para pepadu ini sepertinya tidak punya rasa sakit. 
Belasan luka di punggung, pinggang, perut sepertinya tidak mereka hiraukan. 


Ada juga pepadu yang tidak tergores sedikit pun, padahal penjalin beberapa kali mendarat di tubuh mereka. Mereka memiliki ilmu kebal, ada jampi-jampi khusus, jimat (bebadong).


Peresean itu ternyata bukan hanya semata-mata hiburan. Peresean di masanya bagian dari ritual meminta hujan. 


Di sebuah daerah yang kemarau panjang, digelar acara peresean. Para pemuda di kampung mereka menunjukkan ketangkasan mereka. 


Darah yang keluar  dari kepala akibat luka, darah yang mentes dari tubuh yang robek dianggap sebagai persembahan bagi bumi. Itu sebagi simbol air.

Peresean juga sebagai simbol kejantanan laki-laki. Dalam tradisi Sasak, seorang pria ketika menikah dengan cara membawa lari anak gadis orang (merarik), maka dia harus siap mesiat (berkelahi). 


Konon, cara mesiat itu adalah dengan peresean. Mesiat dengan cara peresean ini ada dongengnya juga, yaitu cerita Cupak-Gurantang. 


Alkisah, dua bersaudara ini diutus raja untuk menyelamatkan putri yang diculik raksasa. Bagi siapa yang menemukan akan mengawini tuan putri. 


Singkat cerita, Gurantang (adik) berhasil mengalahkan raksasa, sementara Cupak hanya bersembunyi.

Belakangan dalam perjalanan pulang, Cupak menjebak Gurantang. Maka dialah yang membawa tuan putri. Namun, Gurantang berhasil keluar dari jebakan, dan dia kembali ke kerajaan. 


Untuk membuktikan siapa sebenarnya jagoan, yang benar-benar mengalahkan raksasa, kedua saudara ini diadu peresean.

Gurantang yang digambar dengan sosok ganteng, bertubuh kecil, sementara Cupak rakus dan gemuk melangsungkan pertarungan peresean disaksikan seluruh rakyat. Gurantang menang.

Peresean sebagai ritual meminta hujan, atau pun simbol kejantanan beralih menjadi sebuah hiburan rakyat. 


Kini, acara peresean menjadi tontontan mengasyikkan. Dilombakan secara resmi oleh pemerintah. Biasanya, peresean digelar untuk merayakan hari kemerdekaan Indonesia hingga festival budaya. (BD.IN/*)


Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top