Tatung, Tradisi Unik dan Ekstrem Perayaan Cap Go Meh di Singkawang

 
Sumber Foto: Media Center Singkawang

INDEPHEDIA.com - Tatung merupakan tradisi turun temurun yang diadakan di Kota Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar), untuk merayakan Cap Go Meh. 

Perayaan Cap Go Meh di Singkawang secara tidak langsung telah melahirkan akulturasi budaya masyarakat di daerah ini. 

Tak hanya etnis Tionghoa, pada perayaan Cap Go Meh ini orang Dayak ada juga yang turut serta menjadi tatung. 

Sejak datang ke Singkawang, masyarakat Tionghoa telah menjalin persahabatan erat dengan penduduk pribumi, khususnya suku Dayak. Hal itu terus berlangsung sampai sekarang.

Sejarah Tatung di Singkawang

Istilah tatung berasal dari dialek Hakka yang terdiri dari dua kata, yakni kata ta dan tung. Ta secara harfiah berarti 'tepuk' atau 'pukul', sedangkan tung berarti 'thungkie' atau 'orangnya'.

Tentang keberadaan tatung di Singkawang, dalam buku "70 Tradisi Unik Suku Bangsa Indonesia", tradisi tatung bermula dari kedatangan etnis Tionghoa di Nusantara.

Suku Khek atau Hakka yang merupakan etnis Tionghoa di China Selatan itu datang ke Pulau Borneo, sebutan untuk Kalimantan. 

Saat itu, Sultan Sambas penguasa Singkawang mempekerjakan masyarakat pendatang tersebut di pertambangan emas di Montedaro. 

Untuk melepas kepenatan selama bekerja, mereka membuat perkampungan khusus etnis Tionghoa di dekat muara sungai dan diberi nama San Keu Jong.

Di perkampungan di Kalimantan Barat ini mereka tinggal bertahun-tahun. Suatu ketika, masyarakat setempat terserang wabah penyakit. 

Warga meyakini, wabah penyakit disebabkan adanya roh jahat. Karena belum ada pengobatan kedokteran modern kala itu, masyarakat Tionghoa pendatang ini mengadakan ritual tolak bala. 

Ritual tolak bala ini dalam bahasa Hakka atau Khek disebut Ta Ciau. Mereka mengadakan ritual bersama penduduk lokal. 

Tolak bala tersebut dilakukan pada hari ke lima belas (dialek Hokkian: Cap Go) bulan pertama penanggalan Imlek.

Karena dirasakan manfaat ritual dan wabah penyakit bisa diatasi dan mereka sembuh, akhirnya ritual tolak bala ini dijadikan sebagai tradisi tahunan dan turun temurun. 

Tradisi tersebut bertahan sampai saat ini dan dipadukan ke perayaan Imlek, yang diberi nama Cap Go Meh.

Ritual tolak bala atau Ta Ciau inilah yang kemudian menjadi cikal bakal tradisi tatung di Singkawang.

Sumber Foto: ANTARA

Simbol  Pengusiran Roh Jahat Hingga Tolak Bala

Pertunjukan tatung merupakan simbol pengusiran roh-roh jahat dan peniadaan kesialan dalam Cap Go Meh.

Perayaan Cap Go Meh di daerah ini berlangsung meriah dengan kehadiran tatung dengan atraksinya yang tak biasa.

Tatung dalam bahasa Hakka adalah orang yang dirasuki roh dan memiliki kekuatan supranatural. 

Tatung digunakan sebagai media ritual untuk menangkal roh jahat dan membersihkan kota dari kejahatan dan nasib buruk. 

Dalam atraksinya, pertunjukan tatung dipenuhi dengan adegan menegangkan dan mistis.

Para tatung menunjukkan kebolehannya yang ekstrem, yakni kebal terhadap benda–benda tajam. 

Dalam tradisi ini, pemeran tatung akan berpawai dan melakukan peragaan layaknya seperti debus, yang tak mempan senjata tajam maupun benda-benda yang melukai.

Sumber Foto: Okezone

Untuk menjadi tatung bukan sembarang orang. Biasanya, yang bisa menjadi tatung seseorang yang memiliki garis keturunan, baik ayah atau kakeknya pernah menjadi tatung.

Sebelum pawai tatung, seorang pendeta akan memimpin upacara pemanggilan roh untuk merasuki para tatung. 

Roh-roh yang dipanggil diyakini sebagai roh-roh baik, yang mampu menangkal roh jahat yang hendak mengganggu keharmonisan hidup masyarakat. 

Roh-roh itu diyakini para tokoh pahlawan dalam legenda Tionghoa, seperti panglima perang, hakim, pangeran, orang suci, sastrawan hingga pelacur yang sudah bertobat dan lainnya. 

Roh-roh yang dipanggil dapat merasuki tatung yang memenuhi syarat dalam tahapan yang ditentukan pendeta. 

Para tatung diwajibkan berpuasa selama tiga hari sebelum hari perayaan, dengan tujuan agar mereka berada dalam keadaan suci sebelum perayaan.

Warisan Budaya Takbenda dan Kunjungan Wisata

Pada 2020, UNESCO menetapkan Tatung dan Festival Cap Go Meh di Singkawang menjadi salah satu warisan budaya takbenda (WBTB) asal Kalimantan Barat. 

Sebagai warisan budaya di Indonesia, atraksi tatung yang sudah eksis sejak sekitar antara tahun 1737-1738 ini juga berpotensi di bidang pariwisata daerah, khususnya bagi Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. 

Pawai tatung pada perayaan Cap Go Meh di Singkawang ini telah menarik kedatangan wisatawan dari dalam negeri maupun wisatawan mancanegara (Wisman). (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top