Agar Mudah Diakses, Keraton Yogyakarta Siapkan Perpustakaan Digital Naskah Kuno

 
Penghageng Widyo Budoyo Keraton Yogyakarta, GKR Bendara (Tengah)

Saat ini, total ada 600 naskah kuno yang tersimpan di Keraton Ngayogtakarta, dengan rincian 400 naskah tentang pemerintahan berada di Perpustakaan Widyo Budoyo dan 200 naskah tentang kesenian berada di Perpustakaan Krido Mardowo Keraton Yogyakarta.

YOGYAKARTA, INDEPHEDIA.com - Untuk menghimpun manuskrip atau naskah kuno milik keraton yang telah diubah ke dalam format digital, Keraton Ngayogyakarta sedang menyiapkan perpustakaan digital khusus agar lebih mudah diakses oleh masyarakat luas.

"Mendigitalisasi manuskrip saat ini sudah proses, sehingga kami berharap akademisi Indonesia maupun luar negeri bisa lebih dekat tanpa 'melukai' manuskrip itu sendiri," ujar Penghageng Widyo Budoyo Keraton Yogyakarta, GKR Bendara, di Yogyakarta, Jumat (8/2/2019).

Dijelaskannya, saat ini total ada 600 naskah kuno yang tersimpan di Keraton Ngayogtakarta, dengan rincian 400 naskah tentang pemerintahan berada di Perpustakaan Widyo Budoyo dan 200 naskah tentang kesenian berada di Perpustakaan Krido Mardowo Keraton Yogyakarta.

"Tidak semua manuskrip bisa diakses masyarakat karena ada beberapa yang dirahasiakan di Keraton," katanya.

Menurut Putri Raja Keraton Ngayogyakarta Sultan HB X ini, upaya untuk mendigitalisasi naskah-naskah kuno milik Keraton Yogyakarta telah dimulai oleh Sultan HB X sejak Maret 2018 bekerja sama dengan British Library di London.

Di samping memudahkan masyarakat mengakses, kata dia, digitalisasi naskah kuno mendesak untuk dilakukan mengingat banyak naskah kuno milik Keraton Yogyakarta yang hilang dan kemudian ditemukan di berbagai negara, salah satunya Inggris.

Salah satu naskah penting yang hilang, yakni naskah tentang kepemimpinan Hamengku Buwono (HB) I. Dalam pelacakan, naskah itu ditemukan di British Library. Hingga kini, ada 75 manuskrip yang telah dikembalikan British Library ke Keraton dalam bentuk digital.

"Kami berharap ini menjadi titik awal kerja sama mengembalikan manuskrip Keraton yang ada di Belanda, Inggris, dan belahan dunia lainnya," kata dia.

Sejak peristiwa Geger Sepehi tahun 1812, Keraton Yogyakarta kehilangan banyak naskah bersejarah yang memuat berbagai ajaran leluhur. Geger Sepehi adalah peristiwa penyerbuan pasukan Inggris ke Keraton Yogyakarta pada 19-20 Juni 1812. Nama Sepehi diambil dari nama pasukan Sepoy, yang dipekerjakan Inggris untuk menyerang keraton kala itu.

"Berbagai naskah yang hilang itu selama ini telah 207 tahun berada di Inggris," papar Bendara.

Dalam rangkaian acara peringatan 30 tahun kenaikan tahta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Keraton Yogyakarta juga akan menggelar simposium internasional mengenai budaya Jawa dan naskah Keraton Yogyakarta pada 5 dan 6 Maret, serta Pameran Naskah Keraton Yogyakarta di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran pada 7 Maret.

Sejumlah naskah-naskah fisik yang akan dipamerkan merupakan koleksi keraton warisan Sri Sultan Hamengku Buwono V, di antaranya babad, serat, dan cathetan warni-warni dari perpustakaan keraton, KHP Widya Budaya. (RD-01/***)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top