Naga Besukih dan Legenda Terciptanya Selat Bali

 
Sumber Foto: Tipskitaberbagi via Kumparan

INDEPHEDIA.com - Naga Besukih atau Basuki salah satu makhluk mitologi yang berasal dan dipercaya oleh rakyat Bali, Pulau Bali, Indonesia. 

Naga Besukih digambarkan sebagai raja ular dalam mitologi Hindu. Besukih adalah ular milik Dewa Siwa dan di kepalanya terdapat permata yang diberi nama Nagamani.

Kisah mengenai Naga Besukih ini muncul dalam legenda terciptanya Selat Bali, yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali.

Menurut legendanya, dulu Pulau Bali dan Pulau Jawa merupakan satu pulau yang utuh. Tapi, karena ulah seorang pemuda bernama Manik Angkeran, pulau itu terbelah.

Dalam legenda di kisahkan, Manik Angkeran adalah seorang pemuda di Kerajaan Daha. Ia putra dari seorang Brahmana bernama Sidhimantra. 

Meski Manik Angkeran dikenal sebagai anak yang cerdas, namun sayangnya ia juga memiliki sifat yang tamak alias serakah. 

Pada suatu hari, Manik Angkeran pergi ke suatu tempat dan melihat orang-orang yang sedang berjudi dan menyabung ayam. 

Melihat hal itu, dirinya pun menjadi tertarik untuk bergabung menyabung ayam. Kemudian, ia membeli seekor ayam jago di pasar.

Keesokan harinya, sesuai dengan niatnya Manik Angkeran kembali ke tempat tersebut dan mulai menyabung ayamnya. 

Karena nasibnnya lagi mujur, hari itu ayam aduannya selalu menang sehingga Manik Angkeran mendapatkan uang yang banyak. 

Keberuntungannya ini tak cukup sampai di sini. Dia pun memutuskan untuk kembali keesokan harinya. 

Tapi, di hari kedua, ayam Manik Angkeran selalu kalah hingga semua uang yang didapatkannya kemarin pun habis. 

Walaupun hartanya sudah habis, Manik Angkeran tetap menyabung ayamnya dan berjudi hingga hutangnya menumpuk.

Alhasil, karena tidak mampu membayar hutangnya muncul niat buruk Manik Angkeran. Ia mencuri harta ayahnya, Sidhimantra. 

Mengetahui hal ini, ayahnya memberikan hartanya sembari menasihati anaknya untuk berhenti menyabung ayam dan berjudi. 

Namun, meski sudah dinasehati orang tuanya, Manik Angkeran belum juga mau bertobat tetapi kembali pergi untuk menyabung ayamnya.

Pada hari ketiga dan seterusnya, ayam aduan Manik Angkeran selalu kalah. Hutangnya bertambah banyak hingga hartanya dan ayahnya habis tak bersisa. 

Sidhimantra kebingungan bagaimana ia harus melunasi hutang anaknya. Kemudian, dia berdoa kepada Dewata. 

Lalu, Dewata menjawab doa Sidhimantra dan menyuruhnya untuk menemui Naga Besukih di Gunung Agung. 

Sidhimantra mendapatkan sebuah genta yang digunakan untuk memanggil sang naga. Akhirnya, Sidhimantra pergi ke Gunung Agung.

Setibanya Sidhimantra di Gunung Agung, ia membunyikan gentanya dan Naga Besukih keluar dari sebuah gua. 

Sang naga menanyakan maksud kedatangan sang Brahmana. Sidhimantra menceritakan tentang anaknya dan hutang-hutangnya. 

Naga Besukih pun kembali ke dalam gua dan keluar dengan sejumlah uang dan batu permata. 

Setelah berterima kasih, Sidhimantra pulang dan memberikan semua harta itu pada anaknya. Ia juga berpesan pada anaknya untuk berhenti berjudi. 

Namun, Manik Angkeran yang keras kepala menggunakan semua harta itu untuk kembali menyabung ayam dan berjudi.

Esok harinya, Ayam Manik Angkeran kalah lagi dan semua hartanya kembali habis. Ia pulang untuk meminta uang pada ayahnya. 

Sidhimantra hanya menggelengkan kepalanya dan menolak permohonan sang anak. Manik Angkeran yang kebingungan, menemukan sebuah genta. 

Ia pergi ke pasar dengan maksud menjual genta tersebut. Di pasar, Manik Angkeran bertemu dengan temannya dan memberitahukan niatnya. 

Temannya yang mengetahui tentang genta tersebut memberitahukan Manik Angkeran tentang Naga Besukih dan menyuruhnya untuk mendatangi sang naga.

Ia pun segera menuju Gunung Agung dan membunyikan gentanya. Naga Besukih pun keluar dari guanya dan menanyakan maksud kedatangannya. 

Manik Angkeran memperkenalkan dirinya sebagai Manik Angkeran, putra dari Sidhimantra. Ia langsung meminta harta pada Naga Besukih. 

Sang naga setuju memberikan hartanya kepada Manik Angkeran untuk terakhir kalinya.

Naga Besukih masuk ke dalam gua untuk mengambil harta. Manik Angkeran diam-diam mengikutinya masuk ke dalam gua. 

Terkejutlah ia melihat bahwa gua tersebut penuh dengan emas dan permata. Manik Angkeran yang serakah menginginkan semua harta itu untuk dirinya sendiri. 

Ia pun menusukkan pedang yang dibawanya ke tubuh Naga Besukih. Sang naga yang murka berbalik dan menyemburkan api pada Manik Angkeran hingga tubuhnya berubah menjadi seonggok abu.

Sementara itu di rumah, Sidhimantra menyadari bahwa Manik Angkeran telah mencuri gentanya. Ia pun segera pergi ke Gunung Agung untuk menyusul sang anak. 

Sesampainya di mulut gua, ia melihat tubuh anaknya yang telah menjadi abu. Menyadari perbuatan anaknya, Sidhimantra memohon pada Naga Besukih untuk menghidupkan kembali anaknya.

Naga Besukih setuju, akan tetapi dengan syarat Manik Angkeran tidak boleh pulang bersama ayahnya. 

Ia harus tinggal bersama sang naga sebagai muridnya dan dia akan dididik agar menjadi orang yang baik, bijak dan berilmu. 

Setelah menyampaikan syaratnya dan disetujui oleh Sidhimantra, dihidupkanlah Manik Angkeran. 

Untuk memastikan Manik Angkeran tak bisa pulang, Sidhimantra membuat garis di tanah dengan tongkatnya.

Dari garis ini keluarlah genangan air yang mengalir deras. Genangan air tersebut semakin meluas hingga memisahkan Gunung Agung dari tempat Sidhimantra berdiri. 

Genangan air itu lama kelamaan menjadi Selat Bali yang kini memisahkan Pulau Bali yang juga dikenal dengan Pulau Dewata dengan Pulau Jawa ini. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top