Orangutan Sumatera, Spesies Paling Terancam Penjaga Regenerasi Hutan

 
Sumber Foto: TribunMedan Wiki

INDEPHEDIA.com - Orangutan Sumatera  (Pongo abelii) spesies asli Indonesia yang ada di Pulau Sumatera yang saat ini berstatus kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah IUCN.

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) atau Uni Internasional untuk Konservasi Alam mencatat, selama 75 tahun terakhir, populasi Orangutan Sumatera telah mengalami penurunan sebanyak 80 persen.

Selain Orangutan Sumatera, dua spesies lainnya Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) juga berstatus yang sama. 

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, orangutan satwa yang dilindungi dalam hukum nasional.

Dalam CITES, status ketiga spesies orangutan ini adalah Appendix I, yang artinya spesies ini tidak boleh diperdagangkan atau diperjualbelikan. 

Spesies Paling Terancam

Di antara dua spesies orangutan (pongo) yang ada di Indonesia, Orangutan Sumatera jenis paling terancam, melansir WWF

Hal ini dikarenakan hilangnya hutan yang menjadi habitat primata satu ini. Padahal, orangutan memiliki peran penting untuk menjaga regenerasi hutan, yakni sebagai penebar biji.

Tak hanya itu, primata ini banyak diburu karena dianggap hama oleh masyarakat di sekitar habitatnya. Bahkan, bayi orangutan juga banyak diperjualbelikan secara illegal dan ini sebuah tindak kejahatan.

Orangutan Sumatera saat ini hanya bisa ditemukan di provinsi-provinsi bagian utara dan tengah Sumatera. Spesies ini kehilangan habitat alaminya dengan cepat karena pembukaan hutan untuk perkebunan dan pemukiman serta pembalakan liar.

Saat ini, terdapat 13 kantong populasi orangutan di Pulau Sumatera. Dari jumlah tersebut, kemungkinan hanya tiga kantong populasi yang memiliki sekitar 500 individu dan tujuh kantong populasi terdiri dari 250 lebih individu. 

Enam dari tujuh populasi tersebut diperkirakan akan kehilangan 10-15 persen habitat mereka akibat penebangan hutan sehingga populasi ini akan berkurang dengan cepat.

Sumber Foto: Yayasan Gibbon Indonesia

Ciri-ciri Fisik

Ciri-ciri fisik Orangutan Sumatera mempunyai kantung pipi yang panjang pada orangutan jantan. Panjang tubuhnya sekitar 1,25 meter sampai 1,5 meter. 

Berat orangutan dewasa betina sekitar 30-50 kilogram, sedangkan yang jantan sekitar 50-90 kilogram. Bulu-bulunya berwarna coklat kemerahan.

Jantan dewasa umumnya penyendiri sementara para betina sering dijumpai bersama anaknya di hutan. 

Rata-rata setiap kelompok terdiri dari 1-2 orangutan dan kedua jenis kelamin mempunyai daya jelajah sekitar 2-10 kilometer yang banyak bertumpang tindih tergantung pada ketersediaan buah di hutan. 

Setelah disapih pada umur 3,5 tahun, anak orangutan akan berangsur-angsur independen dari induknya setelah kelahiran anak yang lebih kecil. 

Orangutan Sumatera betina mulai berproduksi pada usia 10-11 tahun, dengan rata-rata usia reproduksi sekitar 15 tahun.

Perilaku 

Makanan orangutan sekitar 60 persen berupa buah-buahan, seperti durian, nangka, leci, mangga dan buah ara.

Sementara, sisanya orangutan memakan pucuk daun muda, serangga, tanah, kulit pohon dan kadang-kadang telur serta vertebrata kecil. 

Spesies ini juga tidak hanya mendapatkan air dari buah-buahan tetapi juga dari lubang-lubang pohon. 

Orangutan Sumatera diketahui menggunakan potongan ranting untuk mengambil biji buah. Hal ini menunjukkan tingkat intelegensi yang tinggi pada Orangutan Sumatera.

Populasi Orangutan Sumatera

Orangutan Sumatera, mengutip Wikipedia, endemik dari Pulau Sumatera dan hidupnya terbatas di bagian utara pulau itu. Di alam, Orangutan Sumatera bertahan di Provinsi Aceh (NAD), ujung paling utara Sumatera.

Primata ini dulu tersebar lebih luas, saat mereka ditemukan lebih ke selatan tahun 1800-an, seperti di Jambi dan Padang.

Kemudian, ada pula populasi kecil di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sepanjang perbatasan dengan NAD, terutama di hutan-hutan Danau Toba. 

Survei di Danau Toba hanya menemukan dua areal habitat, Bukit Lawang (didefinisikan sebagai suaka margasatwa) dan Taman Nasional Gunung Leuser. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top