Sejarah dan Kebudayaan Suku Baduy

 


INDEPHEDIA.com - Budaya suku-suku bangsa Indonesia memang beragam. Suku-suku tersebut tersebar dari Sabang hingga Marauke. 

Suku yang terkenal di Indonesia, salah satunya Suku Baduy Dalam, yang penduduknya bermukim di daerah Banten, tepatnya Kabupaten Lebak, Banten. 

Nama Baduy Dalam berawal dari sebutan yang diberikan oleh para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan masyarakat yang hidup secara nomaden tersebut dengan kelompok masyarakat Arab “Badawi”.

Kemungkinan lain sebutan itu karena di wilayah bagian utara suku ini terdapat sungai yang disebut Sungai Baduy Dalam. 

Sementara, mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai “orang Kenekeas”, sesuai dengan nama wilayah mereka.

Dalam hal ini, terdapat dua versi yang berbeda mengenai asal-usul Suku Baduy di Lebak, Banten. 

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kenekeas adalah keturunan Batara Cikal yang merupakan salah satu dewa atau batara yang turun ke bumi. 

Asal-usul tersebut juga sering dikait-kaitkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama manusia di muka bumi ini.

Keunikan Budaya Suku Baduy

Orang Baduy sampai saat ini masih sangat menjaga kearifan lokalnya. Hal ini kemudian menjadi daya tarik perkampungan Suku Baduy sebagai wisata budaya. 

Tidak heran jika banyak wisatawan yang berkunjung ke perkampungan Suku Baduy. Berikut 10 fakta unik Suku Baduy yang wajib Anda ketahui:

1. Pu’un

Setiap kelompok memiliki pimpinan atau tokoh yang menjadi panutan dalam mengambil  petunjuk dan keputusan terhadap permasalahan sosial di masyarakat tersebut. 

Begitu juga dengan masyarakat Baduy Dalam, tokoh masyarakat di Suku Baduy Dalam disebut dengan Pu’un.

Pu’un dalam masyarakat Baduy berfungsi sebagai pemimpin di masyarakat tersebut. Sosok Pu’un  sangat dihormati oleh Suku Dalam. 

Puún dianggap layaknya seorang penguasa oleh masyarakat Suku Baduy Dalam. Pu’un bertugas menentukan masa tanam dan masa panen. 

Selain itu, dia juga yang menerapkan hukum adat dalam masyarakat Baduy dan mengobati penduduk yang sakit.

2. Budaya Gotong Royong

Gotong royong memang merupakan budaya Indonesia. Hampir seluruh daerah di Tanah Air memiliki budaya gotong royong. 

Seiring dengan perkembangan teknologi, budaya gotong royong ini sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat.

Berbeda dengan kebanyakan masyarakat di daerah lain di Indonesia yang sudah banyak meninggalkan budaya gotong royong, masyarakat Baduy masih memegang teguh semangat bergotong royong.

Mereka biasanya bergotong royong saat berpindah lahan pertanian ke tempat yang lebih subur.

3. Kekayaan Tidak Dilihat dari Bentuk Rumah

Berbeda dengan masyarakat modern yang hidup di perkotaan yang umumnya kekayaan ditunjukkan dengan rumah yang besar dan mewah. 

Suku Baduy Dalam Dalam yang kaya tidak akan memiliki rumah yang besar dan mewah, karena seluruh penduduk di perkampungan Baduy Dalam memiliki bentuk rumah yang sama. 

Kekayaan orang Baduy Dalam justru dapat dilihat dari kepemilikan benda lainnya, seperti tembikar.

Untuk membedakan masyarakat yang kaya di Suku  Baduy Dalam adalah kepemilikan tembikar yang terbuat dari kuningan. 

Bagi orang Baduy Dalam yang kaya dapat memiliki beberapa tembikar. Semakin banyak jumlah tembikar Suku Baduy  Dalam, semakin tinggi derajat orang tersebut.

4. Peralatan Mandi dari Alam

Jika Anda berkunjung ke perkampungan Suku Baduy Dalam, jangan harap akan menemukan ada masyarakat yang menggunakan sabun, shampo atau pasta gigi saat mandi. 

Masyarakat setempat lebih memilih menggunakan bahan-bahan yang tersedia di alam untuk membersihkan diri mereka.

Orang Baduy Dalam menggunakan batu yang kemudian digosok-gosokan ke tubuh mereka sebagai pengganti sabun mandi yang berbahan kimia. 
Sementara, untuk membersihkan gigi, mereka menggunakan serabut kelapa. 

Suku Baduy Dalam memang sangat menghargai alam mereka, mereka tidak ingin menggunakan peralatan yang mengandung bahan kimia dan sampah plastik.

5. Masih Berlakunya Perjodohan

Perjodohan memang sudah tidak lazim bagi masyarakat modern. Dalam kehidupan masyarakat modern, urusan jodoh memang diserahkan sepenuhnya kepada sang anak, orang tua hanya memberi restu. 

Hal itu tidak berlaku bagi Suku Baduy Dalam Dalam. Seorang gadis yang berusia 14 tahun akan dijodohkan dengan laki-laki yang berasal dari Suku Baduy Dalam. 

Selama proses perjodohan, orang tua laki-laki bebas memilih wanita yang ingin dijodohkan dengan anaknya. 

Namun, jika belum ada yang cocok, laki-laki maupun perempuan harus rela menerima pilihan orang tuanya atau pilihan Pu’un.

6. Larangan Berkunjung Selama 3 Bulan


Suku Baduy Dalam memang bukan penganut agama Islam. Tapi, mereka memiliki tradisi berpuasa yang dilakukan selama 3 bulan berturut-turut.

Kegiatan berpuasa ini oleh Suku Baduy disebut “Kawulu”. Saat mereka melakukan tradisi Kawulu, penduduk luar dilarang berkunjung ke Baduy Dalam.

Jika ingin berkunjung ke sana, hanya di perbolehkan berkunjung ke perkampungan Baduy Luar, tetapi tidak boleh menginap.

Orang Baduy menganggap bahwa Kawulu adalah kegiatan sakral dan tidak boleh diganggu oleh masyarakat luar.

Selama masa Kawulu, mereka memanjatkan doa kepada nenek moyang agar selalu diberi keselamatan dan diberi panen yang berlimpah.

7. Walaupun Banyak, Ayam Makanan yang Mewah

Bagi masyarakat modern, ayam sudah menjadi konsumsi sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan protein. Namun, hal ini tidak berlaku bagi masyarakat Suku Baduy dalam.

Masyarakat di sana memang gemar memelihara ayam. Jika Anda berkunjung ke perkampungan mereka akan banyak menemui ayam yang berkeliaran di sana. 

Walaupun begitu, mereka hanya akan menyembelih ayam peliharaan mereka pada hari-hari tertentu saja, misalnya saat upacara adat atau hari pernikahan.

8. Warna Pakaian Membedakan Baduy Luar Dan Baduy Dalam

Suku Baduy tidak menggunakan pakaian bermotif atau bergambar seperti yang dikenakan masyarakat modern sekarang ini. 

Bagi Anda yang kebingungan membedakan orang Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam, Anda dapat membedakannya berdasarkan warna pakaiannya. 

Orang Baduy Luar memakai pakaian hitam polos, sementara orang Baduy Dalam memakai pakaian putih polos dan ikat kepala putih.

9. Budaya Berjalan Kaki


Tidak seperti orang Jepang, orang Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang malas berjalan kaki. 

Hal inilah yang kemudian menyebabkan penumpukan kendaraan di perkotaan. Hal tersebut tidak berlaku bagi Suku Baduy.

Orang Baduy gemar berjalan kaki saat bepergian ke mana saja. Mereka akan tetap berjalan kaki saat mengunjungi keluarga mereka di kota atau sekedar ke kota untuk menjual hasil panen. 

Tidak heran jika kondisi alam di lingkungan mereka masih sangat terjaga dan orang-orang Baduy juga sehat-sehat.

10. Perabotan Sederhana

Tidak hanya menolak peralatan elektronik, masyarakat Suku Baduy juga menolak menggunakan perabotan rumah tangga, seperti piring atau cangkir yang terbuat dari logam atau kaca. 

Mereka lebih memilih memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di alam, misalnya gelas mereka yang dibuat dari potongan pohon bambu.

Suku Baduy memiliki cara mereka sendiri untuk menikmati hidup. Mereka hidup bersahaja dengan alam.

Mereka tidak perlu peralatan yang canggih dan mewah atau baju-baju bermerek. Budaya orang Baduy menggambarkan bahwa bahagia itu sederhana.

Apabila Anda berkunjung ke sana, jagalah kerukunan dan jangan pernah untuk melangar aturan-aturan adat yang telah mereka buat. 

Di samping itu, jagalah kebersihan perkampungan mereka dengan tidak membuang sampah ke sembarang tempat. 

Demikian sejarah dan kebudayaan Suku Baduy di Indonesia. Semoga tulisan ini bermanfaat. (***)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top