Situs dan Prasasti Peninggalan Kerajaan Pajajaran (Sunda-Galuh)

 
Prasasti Cikapundung


INDEPHEDIA.com - Dalam catatan para penziarah dari negeri China, India dan lainnya, maupun mereka dari luar negeri yang pernah bahkan sering datang ke Nusantara di masa lampau, penyebutan nama kerajaan di Indonesia sering digantikan dengan penyebutan nama ibukotanya.

Seperti Pakuan Pajajaran ibukota Kerajaan Sunda-Galuh, yaitu gabungan dari Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh yang berdiri pada 1030-1579 M, di lokasi yang sekarang disebut Jawa Barat.


Sesuai dengan kebiasaan penyebutan nama kerajaan tadi, Kerajaan Sunda-Galuh inilah yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Pajajaran. 


Kerajaan ini memiliki sejumlah situs dan prasasti yang ditemukan, baik yang dalam keadaan rusak maupun masih utuh.

Prasasti Cikapundung


Prasasti Cikapundung ditemukan warga di sekitar Sungai Cikapundung, Bandung, pada 8 Oktober 2010. Batu prasasti bertuliskan huruf Sunda kuno tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-14. 


Selain huruf Sunda kuno, pada prasasti itu juga terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Batu prasasti yang ditemukan ini berukuran panjang 178 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 55 cm. 


Pada prasasti itu terdapat gambar telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan dua baris huruf Sunda kuno bertuliskan “unggal jagat jalmah hendap”, yang artinya semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu. 


Peneliti utama Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri mengungkapkan, prasasti yang ditemukan tersebut dinamakan Prasasti Cikapundung.

Prasasti Pasir Datar

Prasasti Pasir Datar ditemukan di Perkebunan Kopi di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi, pada tahun 1872. Prasasti ini sekarang telah disimpan di Museum Nasional Jakarta. 


Prasasti yang terbuat dari batu alam ini hingga kini belum ditranskripsi sehingga belum diketahui isinya.

Prasasti Huludayeuh

Prasasti Huludayeuh berada di tengah persawahan di Kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber, dan setelah pemekaran wilayahnya menjadi Kecamatan Dukupuntang, Cirebon. 


Prasasti Huludayeuh telah lama diketahui oleh penduduk setempat namun di kalangan para ahli sejarah dan arkeologi baru diketahui pada bulan September 1991. 


Prasasti ini diumumkan dalam media cetak Harian Pikiran Rakyat pada 11 September 1991 dan Harian Kompas pada 12 September 1991.

* Isi Prasasti Huludayeuh

Prasasti Huludayeuh berisi 11 baris tulisan beraksara dan berbahasa Sunda Kuno, tetapi sayang batu prasasti ketika ditemukan sudah tidak utuh lagi karena beberapa batunya pecah sehingga aksaranya turut hilang. 


Begitupun permukaan batu juga telah sangat rusak dan tulisannya banyak yang turut aus sehingga sebagian besar isinya tidak dapat diketahui. 


Fragmen prasasti tersebut secara garis besar mengemukakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang bertalian dengan usaha-usaha memakmurkan negerinya.

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis, sebuah prasasti berbentuk tugu batu yang ditemukan pada tahun 1918 di Jakarta. 


Prasasti ini menandai perjanjian Kerajaan Sunda–Kerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari Malaka. 


Utusan Portugis yang dipimpin Enrique Leme itu membawa barang-barang untuk "Raja Samian" (maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang menjadi pemimpin utusan raja Sunda).

Prasasti ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis. 


Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat (sekarang Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Kali Besar Timur I), sekarang termasuk wilayah Jakarta Barat. 


Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, sementara sebuah replikanya dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta.

Prasasti Ulubelu


Prasasti Ulubelu adalah salah satu dari prasasti yang diperkirakan merupakan peninggalan Kerajaan Sunda di abad ke-15 M, yang ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung, Tanggamus, Provinsi Lampung, pada tahun 1936.

Walaupun ditemukan di daerah Lampung, yang dulunya bagian dari wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), ada sejarawan menganggap aksara yang digunakan dalam prasasti ini adalah aksara Sunda Kuno, sehingga prasasti ini sering dianggap sebagai peninggalan Kerajaan Sunda. 


Anggapan sejarawan tersebut didukung oleh kenyataan wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga wilayah Lampung. 


Setelah Kerajaan Sunda diruntuhkan oleh Kesultanan Banten, kekuasaan atas wilayah selatan Sumatera dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. 


Isi prasasti berupa mantra permintaan tolong kepada kepada dewa-dewa utama, yaitu Batara Guru (Siwa), Brahma, Wisnu, dan juga kepada dewa penguasa air, tanah, dan pohon agar menjaga keselamatan dari semua musuh.

Prasasti Kebon Kopi II


Prasasti Kebon Kopi II atau Prasasti Pasir Muara peninggalan Kerajaan Sunda-Galuh yang ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebon Kopi I yang merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanegara. 


Prasasti tersebut dinamakan Prasasti Kebon Kopi II untuk dibedakan dari prasasti pertama. Sayangnya, prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar tahun 1940-an.

Pakar F. D. K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, menyatakan seorang "Raja Sunda menduduki kembali tahtanya" dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh 932 Masehi.

Prasasti Kebon Kopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada abad ke-19. 


Penemuan Prasasti Kebon Kopi II ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi itu. Prasasti ini terletak kira-kira 1 km dari Prasasti Kebon Kopi I (Prasasti Tapak Gajah).

Situs Karangkamulyan

Situs Karangkamulyan sebuah situs yang terletak di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Situs ini peninggalan dari zaman Kerajaan Galuh yang bercorak Hindu-Buddha. 


Legenda situs Karangkamulyan berkisah tentang Ciung Wanara yang berhubungan dengan Kerajaan Galuh. 


Cerita ini banyak dibumbui dengan kisah kepahlawanan yang luar biasa, seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara.

Kawasan yang luasnya kurang lebih 25 hektar ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga menyimpan sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. 


Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda. 


Batu-batu ini berada di dalam sebuah bangunan yang strukturnya terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. 


Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar.

Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan menyimpan kisahnya sendiri. Begitu pula di beberapa lokasi lain yang berada di luar struktur batu. 


Masing-masing nama tersebut pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau mitos tentang Kerajaan Galuh, seperti pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan. (***)


Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top