Legenda dan Misteri Dibalik Kemegahan Situs Ratu Boko

 


INDEPHEDIA.com - Situs Ratu Boko (Baka) atau ada yang menyebutnya Istana Ratu Boko atau Candi Boko sebagai situs purbakala yang kini juga menjadi objek wisata.

Keberadaan Situs Ratu Boko di Desa Sambireja, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini bukan hanya sekadar unik dan mempesona, tetapi memiliki legenda dan menyimpan misteri.

Dibandingkan warisan bangunan yang lain, situs ini salah satu yang belum terungkap secara pasti asal-usul nama maupun pendirinya karena banyak sekali versi yang menyertainya. 

Belum lagi lokasinya di dataran tinggi, tidak seperti yang lain di tanah yang landai dan dataran rendah.

Peninggalan yang memberikan gambaran mengenai Situs Ratu Boko ini didapat dari Prasasti Abhayagiriwihara, bukti tertua dengan angka 792 Masehi.

Prasasti ini menyebutkan seorang tokoh bernama Tejahpurnpane Panamkorono yang diperkirakan sebagai Rakai Panangkaran. 

Nama ini disebut-sebut juga dalam Prasasti Kalasan tahun 779 Masehi, Prasati Mantyasih 907 Masehi, dan Prasasti Wanua Tengah III tahun 908 Masehi. 

Rakai Panangkaran merupakan figure yang disebut membangun Candi Borobudur, Candi Kalasan dan Candi Sewu.

Walaupun prasasti ini memberikan gambaran yang cukup jelas, tapi kepastian tentang Istana Ratu Boko masih berselimut misteri. 

Kapan istana ini dibangun belum diketahui. Siapa yang membangun tempat ini juga belum terungkap. Untuk apa bangunan juga menjadi tanda tanya. 

Tentang fungsinya, beberapa ahli sejarah memiliki pandangan istana ini merupakan bangunan multifungsi yang terdiri dari beberapa komponen, yakni benteng keraton (istana) dan gua.

Keberadaan istana di atas bukit ini tentu saja menjadi tantangan sendiri dalam pembangunannya. 

Prosesnya pasti lebih sulit dibangun dalam hal pengadaan tenaga kerja maupun bahan bangunan. Kecuali jika bahan bangunan utamanya berupa batu diambil dari wilayah bukit itu sendiri. 

Tentu saja ini menunjukkan keterampilan yang tinggi dari para pekerja sehingga mampu mengolah bukit batu menjadi bongkahan yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan.


Letaknya yang di atas bukit menuntut adanya mata air serta sistem pengaturan air untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. 
Kolam pemandian menjadi petunjuk dari sistem pengaturan ini. 

Posisi di atas bukit juga mampu menawarkan hawa sejuk dan pemandangan alam yang indah bagi penghuninya sekaligus menyulitkan lawan yang ingin menyerang. 

Di samping itu, lokasi istana yang berada di atas bukit ini juga memungkinkan proses peribadatan berlangsung lebih tenang.

Istana Ratu Boko bukan sekadar hanya bangunan suci (candi), tapi juga bangunan yang bersifat profane. 

Hal ini ditunjukkan dengan adanya bangunan hunian dengan tiang-tiang dan atapnya yang terbuat dari bahan kayu. 

Selain itu, ada bangunan lainnya yang bersifat sakral dan profane, yakni berupa kolam dan gua. Apapun fungsinya, istana ini mampu menghadirkan kedamaian dan ketenangan penghuninya saat itu.

Arti Istana Ratu Boko sendiri mengandung banyak pengertian. Pada awalnya, istana ini bernama Abhayagiri Vihara. 

Abhayagiri Vihara berarti biara di bukit yang penuh kedamaian, sebagai tempat menyepi dan tempat konsentrasi mencari kehidupan spiritual. 

Istana ini berdiri pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa Syailendra. Nama Boko berarti Bangau, tapi tidak dipastikan apakah penguasa pada masa itu melabeli diri dengan arti nama tersebut.

Dalam sejumlah catatan sejarah disebutkan, Istana Ratu Keraton Boko merupakan benteng pertahanan Balaputradewa atau Rakai Kayuwangi, putera bungsu Rakai Pikatan. 

Konon, Rakai Kayuwangi diserang oleh Rakai Walaing Puhuyaboni, cicit laki-laki Sanjaya yang merasa lebih berhak atas tahta dibandingkan Rakai Pikatan. 

Hal ini karena Rakai Pikatan merupakan suami dari Pramodharwani, puteri mahkota Samarottungga yang beragama Buddha.

Dalam pertempuran Rakai Walaing dipukul mundur dan terpaksa mengungsi di atas perbukitan Ratu Boko dan membuat benteng pertahanan. 

Tapi, pada akhirnya Istana Ratu dapat diduduki Balaputradewa (Rakai Kayuwangi) dan merusak prasasti yang memuat silsilah Rakai Walaing. 

Akhirnya, nama-nama ayah, kakek, dan buyut Rakai Wailang hilang dari prasasti. Di sinilah banyak misteri yang masih belum terungkap, termasuk siapa pendiri istana sebenarnya.

Istana Ratu Boko pertama kali ditemukan arkeolog Belanda, HJ De Graaf pada abad ke-17. Dari prasasti berangka tahun 792 Masehi ini muncul pendapat bahwa Istana Ratu Boko didirikan oleh Rakai Panangkaran. 

Pada prasasti lokasi ini dikenal sebagai Abhayagiriwihara yang berarti biara yang dibangun di sebuah bukit yang penuh kedamaian. 

Pada masa pemerintahan Rakai Walaing Pu Kombayoni tahun 898-908, Abhayagiri Wihara berganti nama menjadi Keraton Walaing.

Dugaan banyak fungsi pada situs ini bisa dilihat dari beberapa hal yang mendasarinya, terutama dari sisi letak, bentuk bangunan dan peninggalannya. 

Menurut para pakar, dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, kuat dugaan bahwa situs ini bekas keraton yang didasari pada kenyataan kompleks ini bukan candi atau bangunan yang bersifat religious. 

Istana ini lebih mendekati istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan. Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar situs ini.

Sementara, mengenai nama Ratu Boko konon berasal dari cerita turun temurun yang menjadi legenda bagi masyarakat setempat. 

Ratu Boko yang berarti Raja Bangau diduga kuat ayah dari Roro Jonggrang yang menjadi nama candi utama di kompleks Candi Prambanan. (SJ.IN/*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top