Asal-usul, Penamaan dan Peninggalan Prasejarah di Tanah Besemah

 


INDEPHEDIA.com - Indonesia salah satu negara yang cukup banyak ditemukan peninggalan-peninggalan prasejarah, salah satunya di dataran tinggi Tanah Besemah atau Basemah.

Tanah Besemah --demikian daerah ini disebut--- terletak di antara Bukit Barisan dan Pegunungan Gumay, di lereng Gunung Dempo, Kota Pagaralam, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

JSG Grambreg, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda dalam tulisannya tahun 1865 mengilustrasikan mengenai tempat orang-orang Basemah.

”Barang siapa yang mendaki Bukit Barisan dari arah Bengkulu, kemudian menjejakkan kaki di tanah kerajaan Palembang yang begitu luas dan barang siapa yang melangkahkan kakinya dari arah utara Ampat Lawang (negeri empat gerbang) menuju ke dataran Lintang yang indah, sehingga ia mencapai kaki sebelah Barat Gunung Dempo, maka sudah pastilah ia di negeri orang Pasemah''. 

''Jika ia berjalan mengelilingi kaki gunung berapi itu, maka akan tibalah ia di sisi timur dataran tinggi yang luas yang menikung agak ke arah Tenggara, dan jika dari situ ia berjalan terus lebih ke arah Timur lagi hingga dataran tinggi itu berakhir pada sederetan pengunungan tempat, dari sisi itu, terbentuk perbatasan alami antara negeri Pasemah yang merdeka dan wilayah kekuasaan Hindia Belanda”.

Dari kutipan tersebut tampak bahwa saat itu wilayah Pasemah masih belum masuk dalam jajahan Hindia Belanda. 

Operasi-operasi militer Belanda untuk menaklukkan Pasemah sendiri berlangsung lama, dimulai dari tahun 1821 sampai 1867.

Adapun nama Pasemah yang kini dikenal disinyalir lebih karena kesalahan pengucapan orang Belanda saat itu. 

Pengucapan yang benar adalah Besemah, sebagaimana masih digunakan oleh penduduk yang bermukim di Pagaralam.

Asal-usul Suku Besemah

Mengenai asal-usul Suku Besemah sampai kini masih belum diketahui dengan pasti dari mana asalnya, yang ada hanyalah cerita-cerita mitos dan legenda.

Salah satu kisah menyebut kata “Besemah” konon berasal dari cerita istri Atung Bungsu bernama Putri Senantan Buih. 

Ketika Putri Senantan Buih sedang mencuci beras di sungai, bakul berasnya dimasuki ikan semah. Dari cerita itulah tempat ini kemudian dinamakan Besemah.

Atung Bungsu, seperti melansir Pagaralamkota, legendanya merupakan salah seorang di antara 7 orang anak ratu (raja) Majapahit.

Diceritakan, Atung Bungsu melakukan perjalanan menelusuri Sungai Lematang, akhirnya memilih tempat bermukim di Dusun Benua Keling.

Atung Bungsu menikah dengan putri Ratu Benua Keling bernama Senantan Buih (Kenantan Buih). Pernikahan mereka menurunkan Bujang Jawe (Puyang Diwate) dan Puyang Mandulike.

Kemudian, Puyang Sake Semenung, Puyang Sake Sepadi, Puyang Sake Seratus dan Puyang Sake Seketi. 

Keturunan Atung Bungsu inilah yang kemudian menjadi penduduk Jagat Besemah, terutama Kota Pagaralam. 

Menurut cerita rakyat setempat, Atung Bungsu datang ke Besemah pada saat tempat ini sudah didiami oleh Suku Rejang dan Berige.

Atung Bungsu sampai berdialog dengan salah seorang pimpinan Suku Rejang bernama Ratu Rambut Selake dari Lubuk Umbay yang masing-masing merasa berhak atas Tanah Besemah. 

Untuk menentukan siapa pemilik Tanah Besemah, Atung Bungsu mengucapkan sumpah dalam bahasa daerah. 

Begini kira-kira bunyi sumpah yang diucapkannya: "Jikalau bulak, jikalau buhung, tanah ini aku punye, binaselah anak cucungku." 

Setelah sumpah itu, akhirnya Ratu Rambut Selake mengakui bahwa yang lebih berhak atas Tanah Besemah adalah Atung Bungsu. 

Ratu Rambut Selake begitu mengakui Tanah Besemah milik Atung Bungsu, mereka lalu diberi kedudukan sebagai Sumbay dalam Jagat Besemah.

Tapi, mereka tidak masuk dalam sistem pemerintahan Lampik Empat Merdike Due. Sumbay mereka dinamakan Sumbay Lubuk Umbay.

Peninggalan Megalitik di Tanah Besemah

Terlepas dari legenda dan mitos mengenai asal-usul Tanah Besemah, di daerah ini ditemukan beragam peninggalan situs megalitik.

Peninggalan prasejarah, berupa situs megalitik di Tanah Besemah, sampai saat ini terbanyak di Pulau Sumatera.

Temuan-temuan megalitik di daerah ini pernah dilaporkan oleh Ullman tahun 1850, Tombrink tahun 1870, Engelhard tahun 1891, Krom tahun 1918, Westernenk tahun 1922 dan Hoven tahun 1927.

Di antara temuan-temuan yang dilaporkan hampir semuanya beranggapan bangunan-bangunan itu peninggalan Hindu. 

Pada tahun 1929, van Eerde mengunjungi tempat tersebut. Namun, ia berbeda pendapat dengan angggapan-anggapan terdahulu. 

Van Eerde menyatakan, peninggalan megalitik di Besemah tidak pernah dipengaruhi oleh budaya Hindu, tetapi masih termasuk dalam jangkauan masa prasejarah. 

Bentuk megalitik tampak nyata pada peninggalan tersebut, seperti pada menhir, dolmen dan temuan-temuan lainnya. 

Kemudian, van der Hoop melakukan penelitian yang lebih mendalam selama kurang lebih 7 bulan di Tanah Besemah.

Dia menghasilkan publikasi lengkap tentang megalit di daerah itu. Publikasi ini sampai kini masih sangat berharga bagi penelitian situs-situs megalit di Tanah Besemah. 

Van Heerkeren telah membuat ikhtisar tentang penemuan-penemuan megalitik di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan.

Sedangkan, Peacock mencoba membahas megalit Besemah ini dari sudut pandang sejarah dan fungsinya dalam usaha penelahan kehidupan sosial masa lampau.

Dari temuan-temuan hingga penelitian, pastinya di Tanah Besemah, Sumatera Selatan, pernah ada budaya yang hidup dan berkembang dalam lintasan prasejarah. 

Hal ini terbukti dengan banyaknya peninggalan budaya megalitik yang tersebar di beberapa lokasi di wilayah tersebut.

Peninggalan megalitik yang terdapat di Besemah, terutama berupa menhir, dolmen, peti kubur batu, lesung serta patung-patung batu yang bergaya statis dan dinamis.

Di antara sekian banyak temuan-temuan megalitik, yang paling menarik di Tanah Besemah adalah arca-arca batu yang dinyatakan oleh von Heine Geldern bergaya “dinamis”.

Selain sebagian besar arca-arca tersebut mewujudkan seorang lelaki dengan beberapa asesorisnya, arca-arca ini juga menggambarkan bentuk-bentuk binatang, seperti gajah, harimau, dan moyet. 

Di samping situs-situs yang disebutkan di atas, pada tahun 1999-2002 Balai Arkeologi Palembang melakukan penelitian lanjutan di situs Muarapayang. 

Situs Muarapayang salah satu kompleks situs prasejarah di Tanah Besemah. Temuan yang didapat, berupa pecahan periuk, kendi tanah liat dan fragmen keramik asing.

Kemudian, ditemukan juga tempayan kubur, kerangka manusia, alat-alat batu, bangunan megalitik, benteng tanah, makam puyang dan sebagainya. 

Terkait adakah hubungan antara nenek moyang Suku Besemah dengan situs-situs megalitik di Tanah Besemah perlu penelitian dan pengkajian lebih mendalam lagi. (*)

Buka Komentar
Tutup Komentar
No comments:
Write comment

Siapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.

Back to Top